Teman-teman,
Saya mendapatkan ini dari pak Antonio Dio martin, mudah-mudahan bermanfaat dalam kita mengisi hidup yang lebih baik untuk menuju ke kehidupan yang lebih abadi.....
Selama ini kita kita mengenal kata loyalitas, ada ternyata ada tingkatan loyalitas, jadi kalau kita loyal sama perusahaan ternyata kita masih di level 1 apalagi kalo loyal pada atasan ternyata menduduki level terendah, jadi bagaimana seharusnya ? ini sebuah bacaan sebagai bahan renungan, MUDAH-MUDAHAN TIDAK TERLALU MENYIMPANG DENGAN AJARAN KITA.
LOYALITAS LEVEL 0: LOYALITAS PADA ATASAN
LOYALITAS LEVEL 1: LOYALITAS PADA PERUSAHAAN
LOYALITAS LEVEL 2: LOYALITAS PADA PROFESI
LOYALITAS LEVEL 3: LOYALITAS PADA PANGGILAN
LOYALITAS LEVEL 4: LOYALITAS PADA KEBENARAN
Di dalam buku saya, Manajemen Intrapreneurship: Kisah Pemburu dan Petani, saya hanya membahas loyalitas level 1 sd 3. Bahkan, dalam buku tersebut ada sebuah cuplikan kisah yang saya ingin lampirkan, supaya bisa dibaca lagi oleh Anda. Saya tahu sebagian besar anggota milis ini sudah baca buku saya tersebut bahkan ada yang sudah bikinkan slide-nya untuk diajarkan pada karyawannya.
By the way, sedikit promosi. Ini adalah sebuah BUKU WAJIB yang saya sarankan untuk dibaca sampai tuntas oleh setiap KARYAWAN. Ada di toko buku.
Semoga, cerita di bawah ini memberikan inspirasi semakin mendalam, plus tambahan kisah dan komentar dari rekan-rekan milis HR Excellency ini, tentunya akan membuat kita semakin bisa menilai: saat ini kita berada di level manakah?
KUTIPAN KISAH LOYALITAS DARI BUKU MANAJEMEN INTRAPRENEURSHIP:KISAH PEMBURU DAN PETANI (ANTHONY DIO MARTIN):
………………….Sebagai ilustrasi atas ketiga loyalitas ini saya punya kisah lain tentang pengalaman nyata seorang direktur di sebuah perusahaan nasional terkemuka. Kisah ini berawal dari nasib si direktur, sebut saja inisialnya RS, yang kebetulan sangat miskin sewaktu masih mudanya. Setamat SMA waktu itu, ia terpaksa harus bekerja demi perekonomian keluarganya. Apalagi ia sendiri sudah tidak memiliki ayah. Suatu hari, ia mendapatkan penawaran bea siswa dari suatu pemilik perusahaan terkemuka. Oleh pemiliknya, ia ditawari untuk melanjutkan pendidikan S-1 nya bahkan keluar negeri dengan syarat setelah selesainya pendidikan, ia diminta mengabdi bagi perusahaan tersebut. Sebagai anak yang cerdas, ia tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Maka, ia pun mendapatkan kesempatan pendidikan bahkan hingga ke jenjang S-2. Setelah selesai masa pendidikannya, ia pun memenuhi janjinya untuk mengabdi bagi perusahaan yang telah memberinya kesempatan. Ia membangun loyalitas terhadap perusahaan yang berjasa menyekolahkannya. Ia pun bekerja keras dan rajin hingga perjalanan karirnya pun semakin baik dari supervisor, lalu ke manager lalu ke general manager. Setelah belasan tahun masa tugasnya, perusahaan tempat ia bekerja mengalami guncangan. Akibatnya, saham keluarga pemilik perusahaan itu pun terpaksa dilepas. Jadilah kini si RS terpaksa bekerja bagi ‘tuan’ yang berbeda. Hal ini sempat mengguncang kesetiaanya pada perusahaan tempat ia bekerja. Perlukah ia terus bekerja di tempat yang sama, ataukah pindah ke tempat lain? Namun, akhir ia sadar, bahwa tidak menjadi siapa yang menjadi pemilik perusahaan, ia tetap harus menunjukkan terima kasihnya dengan memberikan kontribusi melalui pekerjaannya. Ia harus berterima kasih kepada perusahaannya dengan bekerja sebaik-baiknya dalam bidang profesinya. Hal ini ternyata berdampak baik bagi karirnya. Laju karirnya terus menanjak hingga akhirnya ia kemudian diangkat menjadi salah satu presdir dalam anak perusahaan dimana ia bekerja. Terakhir, dalam masa akhir kerjanya sebagai presdir, ia menemukan satu kegiatan yang bisa ia lakukan. Ia lantas mulai menyumbangkan serta membangun yayasan untuk menyekolahkan anak-anak miskin ke sekolah lanjutan. Dengan demikian, ia merasa ia berterima kasih kepada pemilik perusahaan yang pernah menolongnya dulu dengan melanjutkan apa yang pernah diterimanya. Saat ini, iapun melihat bahwa dalam profesinya seagai seorang presdir, justru ada banyak kesempatan baginya untuk melakukan kegiatan sosial untuk membantu anak-anak malang yang bernasib seperti dirinya dahulu. RS, kini menemukan panggilannya yang lebih bermakna pada pekerjaannya sebagai presdir saat ini.
Nah, perhatikanlah bagaimana Bapak RS dalam kisah di atas mengalami transformasi dalam loyalitasnya dalam bekerja. Mula-mula RS loyal pada pemiliki perusahaan sebagai bentuk terima kasihnya, lantas setelah terjadi pergantian kepemilikan, ia pun membangun loyalitas pada profesinya. Dan terakhir, di usianya yang menjelang senja, ia melihat adanya makna panggilan yang lebih jauh dalam pekerjaannya. Dari pengalaman RS ini, saya menyarankan minimal kita mesti sampai pada loyalitas di level kedua. Ya tentu saja akan jauh lebih mulia jika akhirnya kita mampu menemukan panggilan yang lebih jauh dalam memaknai pekerjaan kita.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar